Haiii, cahaya di angkasaku, Aku
tahu kita berbeda kultur, Aku tau kita dihalangi oleh jarak yang engkau mungkin
tak bisa untuk menerimanya, Tapi salahkah jika aku selalu berada di garis terdepanmu?
Akan tetapi jika hadirmu hanya sekedar singgah, jangan pernah memberi harapan
kepadaku karena aku tahu aku tidak bisa mengontrol perasaanku.
Buat kamu orang yang aku dambakan,
tetap menjadi orang yang aku sayangi walaupun kamu tidak tahu, aku tetap
mencintaimu. Memang kadangkala kenyataan seringkali tidak sesuai realita.
Kedekatan bukanlah sebuah barometer untuk dapat memiliki. Tetapi bukan juga
alasan untuk menjauh dan membenci.
Sampai sekarang masih jadi pengagum
rahasiamu, tidak tahu sampai kapan. Yang jelas namamu selalu kuceritakan kepada
Tuhan sehabis ibadah. Biarlah status kita hanya sebatas teman. Tapi biarlah aku
memiliki perasaan yang lebih walau engkau biasa saja. Semoga suatu saat
perasaan ini tidak hanya sepihak lagi.
Pada akhirnya aku mulai berfikir
bahwa kamu akan berbeda, aku pikir kamu bakal jadi guardian angel ku. Kamu ada
di saat duniaku runtuh, kamu beri aku harapan. Kamu bilang kamu akan menetap,
tapi nyatanya kamu tetap pergi. Sama seperti mereka. Dengan cara yang sama.
Meninggalkanku.
Jika dunia adalah tanda tanya maka
kamulah titik jawabannya, karena level tertinggi dalam mencintai seseoerang
adalah ketika melihat dia bahagia meskipun bahagia bersama yang lain, dan level
berbohong yang tertinggi adalah kalimat awal diatas.
Akhir kata, “aku membantunya, ia
membantuku hanya sebatas teman, aku tahu ingin berlari namun terlempar lagi,
ingin menjauh, tapi semua sia-sia bukankah kita teman? Ya. Keinginanku hanyalah
semu semata.”
Marc, Bandung, 25 Mei 2020
Comments