Hiruk-pikuknya kota yang membuat semua insan berlomba-lomba tuk mencari sebuah jawaban dari segala proses yang sedang dijalankan, penat di dalam imajinasi mengabaikan segala kesempatan yang selama ini ku kejar. Meski seolah terlihat semuanya baik-baik saja, akhirnya ku mencari sebuah jawaban di ketinggian di pinggir kota.
Kesunyian tanpa pernah memberi jawaban sekalipun mendefinisikan dirinya ketika tidak disentuh, meski masih abstrak akan maknanya jika mencoba tuk mendefinisikanya.
Sama halnya definisi yang mengalir tanpa niat menemukan jawaban. Mencintai tak pernah bosan, seperti filsafat yang ingin menemukan pertanyaan bukan sekedar jawaban.
Tak ada keyakinan melengkapi sebuah kesimpulan, dengan sebab yang tak pernah tunggal. Mungkin sunyi bukan tempat yang asing, apalagi sia-sia, dari segala sesuatu berawal, sementara kita masih ada di tengah-tengah jarak.
Apa jawaban untuk menghapus ketidakpahaman? Di ketinggian, kita ingin merombak diri dengan cara paling radikal, sebelum bertemu dengan bahasa. Apa yang kita dapat setelah tiba di ketinggian? Sunyi. Jawabmu.
Diam-diam, mata tak pernah menua, cinta lupa bagaimana berhenti, manusia merasa pernah gagal mencari cara, bagaimana berdoa pada Tuhan mereka masing-masing.
Apakah karena kita sepakat, masih ada kalimat yang tersesat di kepala.
Tuhan, termakasih untuk kemiskinan hari ini, ketidakpahaman hari ini, sebab manusia selalu lupa, bagaimana melihat doa sebagai pulang.
"Kamu tidak tahu apa yang kamu inginkan sampai kamu tahu apa yang dapat kamu peroleh".
Marc, 17 November 2020.
Comments