IDEALISME MELAWAN PRAGMATISME : LANGKAH MANAKAH YANG AKAN DIAMBIL OLEH PEMERINTAH TIMOR LESTE DALAM MENGHADAPI COVID-19?
Corona Sebagai Pandemi Global
Saat ini masih terjadi berbagai perbincangan atas terjadinya virus korona tersebut, maka pertanyaan yang akan muncul adalah Apakah virus korona ini adalah wabah alami atau senjata biologis yang sengaja diciptakan? Sedangkan virus korona tersebut sudah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai pandemi pada tanggal 12 Maret 2020 lalu, dalam artian dampak dari virus korona tersebut telah mendunia yang dimana dampak dari virus tersebut sudah mematikan banyak orang di belahan dunia.
Kondisi ini jelas tidak boleh diremehkan karena hanya ada beberapa penyakit saja sepanjang sejarah yang digolongkan sebagai pandemi. Pandemi adalah sebuah epidemi yang telah menyebar ke beberapa negara atau benua, dan umumnya menjangkiti banyak orang. Sementara, epidemi merupakan istilah yang digunakan untuk peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada suatu populasi di area tertentu. Istilah pandemi tidak digunakan untuk menunjukkan tingkat keparahan suatu penyakit, melainkan hanya tingkat penyebarannya saja.
Posisi Timor Leste menghadapi pandemi Covid-19
Bagaimana Pemerintah Timor Leste dalam menghadapi pesatnya penyebaran Covid-19 tersebut? Apakah telah sesuai poin-poin yang telah diumumkan oleh Direktur Jenderal WHO, Tedros Ghebreyesus yang mengatakan bahwa untuk menghentikan penyebaran Covid-19 maka negara-negara yang telah terjangkit virus tersebut harus berupaya untuk melakukan beberapa hal seperti : Mempersiapkan dan bersiap; deteksi lindungi dan rawat; kurangi penyebaran; inovasi dan belajar.
Ironisnya Pemerintah Timor Leste adalah memandang virus tersebut seolah sebagai masalah pribadinya Timor Leste sendiri dan hanya terfokus kepada APBN dan APD semata untuk memerangi virus tersebut, sehingga Menteri Luar Negeri (MENLU) pun masih tertidur nyenyak sampai sekarang, sedangkan fenomena ini adalah permasalahan global yang dimana semua masyarakat global maupun para NGO Internasional sangat berperan penting di dalamnya. Akan tetapi kalau MENLU saja masih tidur nyenyak maka bagaimana masyarakat Internasional akan mengetahuinya. Lebih parahnya para Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memutuskan dana penangulangi virus saja tarik ulur hingga berlama-lama. Apakah harus menunggu masyarakat Timor Leste telah terjangkit 100 hingga 1000 orang baru cepat untuk memutuskan? dan mengapa selama sejak mendengar fenomena virus tersebut tidak mengambil langkah-langkah antisipatif terlebih dahulu?
Oportunisme dibalik bencana Covid-19 di Timor Leste
Virus korona adalah salah satu
virus yang mirip dengan epidemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
yang terjadi pada tahun 2003 lalu. Virus korona tersebut berasal dari hewan
(kelelawar) dan pertama kali muncul di Wuhan, China.
Dampak dari Covid-19 tersebut telah masuk dan merajalela di berbagai belahan dunia dan korban yang terinfeksi telah
mencapai 34.495.176 jiwa lebih dan 1.025.729 jiwa yang meninggal dunia yang dilansir di (www.who.int).
Sesuai data yang ada saat ini maka korban yang meninggal duni sudah melampaui
jauh lebih dari korban epidemi SARS yang terjadi tahun 2003 lalu yang hanya 774
korban jiwa.
Saat ini masih terjadi berbagai perbincangan atas terjadinya virus korona tersebut, maka pertanyaan yang akan muncul adalah Apakah virus korona ini adalah wabah alami atau senjata biologis yang sengaja diciptakan? Sedangkan virus korona tersebut sudah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai pandemi pada tanggal 12 Maret 2020 lalu, dalam artian dampak dari virus korona tersebut telah mendunia yang dimana dampak dari virus tersebut sudah mematikan banyak orang di belahan dunia.
Kondisi ini jelas tidak boleh diremehkan karena hanya ada beberapa penyakit saja sepanjang sejarah yang digolongkan sebagai pandemi. Pandemi adalah sebuah epidemi yang telah menyebar ke beberapa negara atau benua, dan umumnya menjangkiti banyak orang. Sementara, epidemi merupakan istilah yang digunakan untuk peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada suatu populasi di area tertentu. Istilah pandemi tidak digunakan untuk menunjukkan tingkat keparahan suatu penyakit, melainkan hanya tingkat penyebarannya saja.
Menurut asumsi penulis melihat
bahwa ini adalah ulah dari politik para elitis (senjata bilogis) yang sengaja
diciptakan oleh negara-negara maju entah negara manapun itu, seperti apa yang
telah dijelaskan oleh Youval Noah dalam bukunya yang berjudul "Homo
Deus" bahwa sejak tahun 1664 waktu terjadinya beberapa bencana seperti
kelaparan, kemiskinan dan wabah yang melanda masyarakat perancis, beberapa para
ilmuan di dunia berasumsi bahwa semua bencana itu tidak ada yang alami akan
tetapi semua itu terjadi karena disebabkan oleh politik manusia.
Setelah kelaparan dan kemiskinan
musuh terbesar manusia adalah wabah penyakit menular. Wabah yang paling
terkenal yang dinamai Maut Hitam yang meletup pada era 1330-an lalu di
daerah Asia Timur dan Tengah yang begitu cepat menular sampai di Asia, Eropa
dan Afrika Timur dan hanya dalam hitungan setahun korban dari wabah tersebut sampai
75-200 juta jiwa yang meninggal dunia, satu pertiga penduduk Eropa di masa puncak dari wabah tersebut, epidemi tersebut terus membunuh sampai
di abad-20.
Terlepas dari jumlah korban maut
hitam, AIDS, flu spanyol, flu burung, flu babi, mers, sars, sipilis maupun
ebola dan terlepas dari setiap orang yang setiap tahun terbunuh oleh penyakit
atau virus tersebut yang sudah lama mapan seperti epidemi, endemi dan pandemi adalah
ancaman yang jauh lebih kecil bagi kesehatan manusia di era kontemporer
ketimbang beberapa abad yang lalu. Mayoritas orang meninggal dunia akibat dari
penyakit yang tidak menular seperti kanker dan serangan jantung atau karena
umur yang sudah tua, kanker dan penyakit jantung itupun bukan penyakit yang
baru akan tetapi sudah ada sejak dulu.
Tak ada orang yang bisa menjamin
bahwa wabah tersebut tidak akan kembali lagi, akan tetapi ada sebuah alasan yang bagus
untuk kita renungkan bahwa terjadi perlombaan senjata antara para dokter dan
penyakit atau kuman, dokter berlari lebih cepat. Dimana karena perkembangan
teknologi yang semakin maju, para dokter mampu melawan penyakit dengan
menggunakan sampel virus atau bakteri tersebut yang di rekayasa ulang, yang
disebut dengan VAKSIN. Akan tetapi, apa yang terjadi apabila penelitian untuk
menemukan vaksin tersebut menemui kegagalan? Apakah adanya jaminan bahwa virus
atau bakteri tersebut yang telah di rekayasa ulang tidak akan menjadi sebuah
penyakit yang baru dengan gejala-gejala yang baru? Apakah ada jaminan bahwa
produk tersebut tidak akan menjadi sebuah weaponized biological virus
layaknya ebola beberapa tahun yang lalu?
Melihat asumsi para ilmuan di
atas maka asumsi saya pun telah sedikit kuat bahwa Covid-19 ini adalah senjata
biologis karena logikanya adalah jika memang virus ini adalah epidemi atau
wabah alami maka bagaimana dengan orang-orang yang memakan dagingnya kelelawar
100 tahun lebih yang lalu? Tidak akan mungkin manusia yang memakan dagingnya
kelelawar sudah 100 tahun yang lalu akan tetapi akibatnya baru terjadi
sekarang. Ditambah lagi tulisan ilmiah yang diterbitkan di (bitterwinter.org),
salah satu media kemanusiaan yang ada di China mengatakan bahwa masyarakat
Wuhan hanya sekitar 1% yang memakan daging kelelawar dibandingkan daerah lain yang
ada di China.
Bukan berarti virus seperti
covid-19 ini tidak terdapat di kelelawar, ada juga virus tersebut dapat di
kelelawar akan tetapi tidak menular dan mematikan seperti yang terjadi saat
ini. Berarti secara tidak langsung virus tersebut bukan terjadi secara alamiah
akan tetapi disebabkan oleh adanya campur tangan manusia.
Saat ini dampak dari akibat
virus korona telah dirasakan oleh semua negara yang ada di belahan dunia, maka
apakah cukup berhati-hati saja atau paranoid yang sebagai langkah konkrit untuk
mengantisipasi pesatnya penyebaran Covid-19 tersebut? terlebih lagi virus korona tersebut mengancam jiwa manusia dan ditambah lagi, dengan para media online
dan media cetak yang beragam akan media framing-nya demi mementingkan followers
belaka tanpa memikirnya nilai kemanusiaan. Sehingga semakin lama semakin
menciptakan ketakutan yang berlebihan di stigma masyarakat di belahan dunia.
Posisi Timor Leste menghadapi pandemi Covid-19
Bagaimana Pemerintah Timor Leste dalam menghadapi pesatnya penyebaran Covid-19 tersebut? Apakah telah sesuai poin-poin yang telah diumumkan oleh Direktur Jenderal WHO, Tedros Ghebreyesus yang mengatakan bahwa untuk menghentikan penyebaran Covid-19 maka negara-negara yang telah terjangkit virus tersebut harus berupaya untuk melakukan beberapa hal seperti : Mempersiapkan dan bersiap; deteksi lindungi dan rawat; kurangi penyebaran; inovasi dan belajar.
Ironisnya Pemerintah Timor Leste adalah memandang virus tersebut seolah sebagai masalah pribadinya Timor Leste sendiri dan hanya terfokus kepada APBN dan APD semata untuk memerangi virus tersebut, sehingga Menteri Luar Negeri (MENLU) pun masih tertidur nyenyak sampai sekarang, sedangkan fenomena ini adalah permasalahan global yang dimana semua masyarakat global maupun para NGO Internasional sangat berperan penting di dalamnya. Akan tetapi kalau MENLU saja masih tidur nyenyak maka bagaimana masyarakat Internasional akan mengetahuinya. Lebih parahnya para Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memutuskan dana penangulangi virus saja tarik ulur hingga berlama-lama. Apakah harus menunggu masyarakat Timor Leste telah terjangkit 100 hingga 1000 orang baru cepat untuk memutuskan? dan mengapa selama sejak mendengar fenomena virus tersebut tidak mengambil langkah-langkah antisipatif terlebih dahulu?
Sebagai anak muda yang berwarga
negara Timor Leste berasumsi terhadap fenomena tersebut setelah membaca bebrapa
artikel dan menganalisanya bahwa tidak akan cukup dan efektif jika alternatif
yang dilakukan pemerintah Timor Leste itu hanya lockdown perbatasan
antara negara-negara tetangga saja. Akan tetapi perlu alternatif atau solusi
yang setidaknya lebih memadai seperti melakukan langkah tes secara massal,
sebagian dokter turun ke jalan untuk melakukan tes massal terhadap masyakatnya
yang masih melakukan aktifitas demi memenuhi kebutuhan primernya, agar
mengetahui apakah masyarakatnya terkena dampak dari Covid-19 tersebut. Akan
tetapi sebelum turun ke jalan pemerintah juga mempersiapkan tempat atau wadah
untuk mengantisipa masyarakat yang telah terdeteksi akan positif Covid-19
tersebut.
Bukan hanya itu tapi pemerintah
juga harus mempersiapkan tempat seperti karantina yang memadai untuk menampung
masyarakatnya yang berada di luar negeri yang ingin kembali ke negaranya, maka
harus diisolasikan sementara di tempat yang telah dipersiapkan tersebut selama
kurang lebih 14 hari sebelum ke rumahnya masing-masing.
Di sisi lain pemerintah Timor
leste saat ini yang diutamakan adalah sesuatu yang jangka waktunya hanya
sebatas jangka pendek akibat karena disebabkan oleh paranoia yang telah
diciptakan dimana-mana dari belahan dunia sehingga seolah-olah paranoia
tersebut menutupi pintu logikanya para elit politik. Akan tetapi tidak akan
memprioritaskan langkah-langkah antisipatif yang setidaknya membawa masyarakat
Timor Leste menghindar dari dampak Covid-19 tersebut.
Oportunisme dibalik bencana Covid-19 di Timor Leste
Dalam keadaan seperti ini maka
para kaum kapitalis mulai memanfaatkan momentum tersebut. Pendisiplinan ekonomi
ini dilakukan dengan hasrat ingin menguasai kelas bawah yang tidak kuat bahkan
untuk bertahan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Agregat kebutuhan baru
meningkat dan mulai muncul kesenjangan di dalamnya. Lalu pertanyaannya membawa
kita pada asumsi, drama pendisiplinan ini semakin menindas mereka yang selama
ini tercecer dalam struktur sosial.
Sisi lain bencana adalah menguji
kepekaan dan nilai kemanusiaan. Saya merasa dan melihat keadaan seperti ini
manusia semakin aneh, karena bencana dijadikan sebagai sumber mata pencaharian
baru dengan insting yang oportunis. Segala cara dikejar dengan hasrat untuk
mendominasi.
Dalam keadaan genting, terjadi inflasi, masker, hand sanitizer, dan harga fasilitas
kesehatan semakin menjadi-jadi. Sebagian supermarket, toko, memberitahukan
kehabisan fasilitas yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Namun, logika
korporasi sebenarnya, mereka sedang menunggu momentum untuk meledakan harga
barang.
Terjadinya benturan antara
logika ekonomi dengan moral kemanusiaan. Jika demand (permintaan) meningkat
dalam keadaan terpaksa maka kepentingan bersama yang harus diselamatkan
dengan cara semua berhak mengakses dengan alasan keamanan.
Bahkan beberapa waktu lalu dan
hingga saat ini ada yang menimbun dan menjual dengan harga di
luar nalar. Jika semua drama ekonomi di mainkan dari belakang panggung, maka
keselamatan kelas menengah-bawah yang dipertaruhkan.
Kecemasan Publik dan Tertutupnya Informasi di Timor Leste
Jika melihat fenomena tersebut yang saat ini sudah masuk di Timor Leste dan telah membuktikan bahwa yang terinfeksi dan sudah diuji positif adalah satu orang, kira-kira langkah apa yang telah diambil oleh pemerintah timor leste sebagai langkah antisipatif dalam menangani Covid-19? sedangkan transparansi kelanjutan terhadap penanganan tersebut saat ini tidak ada, hilang dan dingin seperti Ice. Apakah ada kesengajaan dari pemerintah untuk menutupi perkembangan terhadap satu orang yang telah diuji positif tersebut? karena melihat tidak adanya efektifitas dan efisiensi kinerja dari pemerintah dalam tindakan preventif terhadap Covid-19.
Melihat kondisi domestik Timor Leste yang saat ini terjadi konflik horizontal dimana-mana karena kesiapan pemerintah yang belum matang, terlalu menyepelekan fenomena tersebut dan juga disebabkan oleh wadah atau karantina untuk menampung orang yang belum memadai pula.
Pada akhirnya terjadi ketakutan yang semakin parah di dalam masyarakat karena tidak adanya transparansi dari pemerintah terhadap perkembangannya satu orang yang telah diuji positif corona tersebut. Dalam stigma mereka pasti akan terjadi kecemasan dan bertanya-tanya sehingga paranoia tersebut bukan siap untuk mengantisipasi akan tetapi malah menjadi paranoid bagi mereka, karena disebabkan oleh terlalu inklusifnya pemerintah dalam memerangi Covid-19 tersebut.
Kecemasan Publik dan Tertutupnya Informasi di Timor Leste
Jika melihat fenomena tersebut yang saat ini sudah masuk di Timor Leste dan telah membuktikan bahwa yang terinfeksi dan sudah diuji positif adalah satu orang, kira-kira langkah apa yang telah diambil oleh pemerintah timor leste sebagai langkah antisipatif dalam menangani Covid-19? sedangkan transparansi kelanjutan terhadap penanganan tersebut saat ini tidak ada, hilang dan dingin seperti Ice. Apakah ada kesengajaan dari pemerintah untuk menutupi perkembangan terhadap satu orang yang telah diuji positif tersebut? karena melihat tidak adanya efektifitas dan efisiensi kinerja dari pemerintah dalam tindakan preventif terhadap Covid-19.
Melihat kondisi domestik Timor Leste yang saat ini terjadi konflik horizontal dimana-mana karena kesiapan pemerintah yang belum matang, terlalu menyepelekan fenomena tersebut dan juga disebabkan oleh wadah atau karantina untuk menampung orang yang belum memadai pula.
Pada akhirnya terjadi ketakutan yang semakin parah di dalam masyarakat karena tidak adanya transparansi dari pemerintah terhadap perkembangannya satu orang yang telah diuji positif corona tersebut. Dalam stigma mereka pasti akan terjadi kecemasan dan bertanya-tanya sehingga paranoia tersebut bukan siap untuk mengantisipasi akan tetapi malah menjadi paranoid bagi mereka, karena disebabkan oleh terlalu inklusifnya pemerintah dalam memerangi Covid-19 tersebut.
Marc, Bandung 22 Maret 2020.
Follow link :
coretanmarc92.blogspot.com, timornews.tl, liantimor.com
Contact via the Following Email :
marcossoaressilva92@gmail.com, timornewstl@gmail.com
coretanmarc92.blogspot.com, timornews.tl, liantimor.com
Contact via the Following Email :
marcossoaressilva92@gmail.com, timornewstl@gmail.com
Comments