Timor-Leste adalah salah satu negara kecil yang secara geografis terletak di Asia tenggara dan secara kultural lebih cenderung ke Asia Pasifik. Sistem pemerintahannya asalah semi presidensial Presiden sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintah.
Konsep adalah proses penataan ulang terhadap suatu realitas, karena realitas sebagai bentuk cerminan bagi sebuah konsep dan untuk memahami konsep maka perlu adanya perkataan. Aksioma berfikir adalah landasan bagi manusia untuk memahami sebuah konsep.
Bernegara adalah Sekumpulan manusia yang berdiam diri dalam suatu tempat, wadah atau negara. Maka seseorang dalam sebuah negara tersebut harus memiliki kesadaran dalam konsep bernegara dalam artian bahwa ia harus mengkaitkan dirinya terhadap cita-cita atau tujuan hidup bangsa Timor-Leste. Dalam buku "Socrates and the state" yang dikembangkan oleh Richard Kraut mengatakan bahwa "Negara merupakan suatu organisasi yang dibuat bukan untuk kepentingan diri sendiri. Melainkan, negara dibentuk sebagai susunan objektif berdasarkan hakikat manusia untuk menerapkan hukum-hukum objektif berdasarkan prinsip keadilan bagi masyarakat umum. Sehingga negara tidak berdiri untuk melayani para penguasa, tetapi untuk menjamin kehidupan yang baik bagi seluruh masyarakat yang tinggal di dalamnya."
Perjanjian Westphalia adalah awal mulanya muncul istilah "state" untuk mengingatkan kepada seluruh negara yang ada dunia sehingga saling menghargai kedaulatan masing-masing negara.
Ironisnya Pemahaman Kementrian Luar Negeri (KEMENLU) Timor-Leste Terhadap Konsep Bernegara.
Beberapa bulan yang lalu tepatnya pada bulan Juni 2021 tim yang dibentuk oleh KEMENLU dan didampingi oleh MENLU atau Ministériu Negósiu Estranjeiru Kopesaun (MNEK) Timor-Leste mewakili Timor-Leste untuk ikut hadir dalam pertemuan yang diadakan oleh PBB mengenai kasus Pelanggaran HAM yang terjadi di rohingya Myanmar.
Ketika negara-negara yang ikut berpartisipasi dalam agenda tersebut melakukan proses pemilihan atau voting dalam pembebasan Rohingya Myanmar posisi Timor-Leste pada waktu itu Menteri Luar Negeri (MENLU) memutuskan untuk memilih abstensi, akan tetapi tanpa dilandasi dengan sebuah landasan yang logis atau rasional. Dengan posisi pemilihan tersebut Timor-Leste dilanda oleh kritikan-kritikan yang pedas dari negara-negara Asia tenggara khususnya Myanmar terkait keputusan tersebut.
Dengan kondisi tersebut dapat dianalisis sebagai orang awam bahwa tidak adanya kordinasi dari MENLU Timor-Leste sebelum dan ketika mengambil keputusan tersebut dikarenakan hanya eksistensi belaka yang diinginkan oleh seorang MENLU pada waktu itu. Atau bisa saja terdapat beberapa kepentingan yang terselubung dibalik keputusan tersebut, padahal idealnya konsep bernegara apalagi sebagai seorang elit politik yang berperan untuk kepentingan Negara Timor-Leste dalam aspek eksternal sudah seharusnya nationan interest yang diprioritaskan melainkan kepentingan oligarki maupun tirani. Maka pada akhirnya sebagai masyarakat Timor-Leste dan orang awam akan mempertanyakan ada motif apa dibalik keputusan tersebut?
Secara historis jasa Myanmar terhadap Timor-Leste pun tidak bisa dinafikkan bahwa mereka (Myanmar) juga sangat berperan penting dalam proses kemerdekaan Timor Leste pada tahun 1999. Akan tetapi dengan keputusan MENLU dan tim yang bersamanya seolah membuat kepercayaan yang selama ini telah membangun berakhir pupus dan nihil akan maknanya.
Dari teorinya Aristoteles dapat dianalisis sedikit lebih dalam lagi bahwa Persoalan makna negara dan warga negara dan juga tentang Negara yang baik merupakan persoalan yang amat intens dalam perkembangan politis dari zaman ke zaman. Makna negara yang amat luas dan memiliki tujuan yang mulia serta berfungsi untuk melindungi segenap warganya menjadi begitu sempit dimaknai oleh segelintir manusia yang aktif menjadi penguasa negara dan penggerak dalam kehidupan politik negara sehingga banyak menonjolkan sikap ketidakadilan bagi keseluruhan manusia yang hidup dalam sebuah negara.
Untuk itu penulis mengangkat topik dari pemikiran aristitotes tentang konsep negara dan warga negara dan menganalis secara kritis bagaimana relasi keduanya sebagai dasar perkembangan kehidupan politik dalam memanusiakan manusia sebagai manusia yang adil dan bijaksana. Penulis juga berharap, pemikiran Aristoteles ini dan tinjauan terhadapnya dapat berguna bagi perkembangan ilmu filsafat dan khususnya bagi perkembangan dibidang filsafat Politik dalam konteks berbangsa dan bernegara. Selain itu dapat menjadi input yang amat bermanfaat bagi manusia dalam menghayati eksistensinya sebagai mahkluk politis dalam suatu negara.
Pengaruh Keputusan KEMENLU Terhadap Nasib Timor-Leste Di Waktu Yang Akan Datang.
Sebagai sebuah negara yang berdaulat tentu mempunyai dampak ketika mengambil sebuah keputusan dalam ruang lingkup domestik maupun internasional. Maka apa kira-kira dampak dari keputusan yang telah diambil oleh MENLU Timor-Leste dalam aspek pembebasan pelanggaran HAM di Rohingya Myanmar? tentu akan memunculkan hambatan untuk Timor-Leste dalam upaya-upaya yang sedang dilakukan Timor-Leste untuk ikut bergabung dalam organisasi regional atau ASEAN. Sedangkan sistem ASEAN yang sifatnya konsensus (Inter-Govermental) berbeda dengan Uni Eropa yang sistemnya voting (Supranasional) maka akan amat sulit untuk mencapai mimpi tersebut.
Di sisi lain jika dilihat dari jangka waktu yang panjang ketika memang kejadian yang tidak akan diharapkan oleh kita (Timor Leste) sebagai negara yang berdaulat yang dimana akan membutuhkan bantuan dari negara-negara secara geografis bersatu dan bersatu juga dalam satu organisasi regional maka akan sulit dikarenakan kepercayaan telah runtuh dan pasti akan membuthkan jangka waktu yang panjang untuk membangun lagkah-langkah antisipatif.
Bandung, 09 Oktober 2021.
Follow link :
coretanmarc92.blogspot.com, timornews.tl, liantimor.com
Contact via the Following Email :
marcossoaressilva92@gmail.com, timornewstl@gmail.com
Comments